Sejarah Provinsi Sumatera Utara
Awalnya, sewaktu Indonesia masih dijajah Belanda, Sumatera Utara dikenal dengan nama Gouverment Van Sumatera yang meliputi seluruh seluruh bagian pulau Sumatera dan dikepalai oleh seorang Gubernur yang berkedudukan di Medan. Pada tanggal 15 April 1948 pemerintah menetapkan undang-undang No 10 Tahun 1948 tentang penetapan provinsi di sumatera. Tanggal 15 April kemudian menjadi hari jadi Provinsi Sumatera Utara.Awal tahun 1949 diadakan reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan keputusan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Mei 1949 Nomor 22/Pem/PDRI jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan, selanjutnya dengan ketetapan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Desember 1949 dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli atau Sumatera Timur yang kemudian dikenal dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950, ketetapan ini dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera Utara.
Di Provinsi Sumatera Utara bayak terdapat suku bangsa. Ada Batak, Nias, dan Melayu. Namun, suku Batak merupakan etnis mayoritas. Semua dapat hidup dengan berdampingan. Kehidupan masyarakat di Kota Medan kebanyakan berdagang, baik dari suku Batak maupun suku lainnya. Susunan masyarakat Sumatera Utara adalah berdasarkan geneologis teritorial seperti Batak Toba, Mandailing dan Nias. Sedangkan suku Melayu berdasarkan teritorial. Bila ditinjau dari garis keturunan maka suku Batak dan Nias adalah patrilinial, sedang suku Melayu adalah parental (keturunan kedua belah pihak bapak dan ibu).
Sejarah Terbentuknya Danau Toba
Seperti yang kita ketahui, Danau
toba adalah danau vulkanik dimana di tengah-tengah danau ini terdapat
sebuah pulau yang disebut Pulau Samosir. Danau Toba merupakan
salah satu danau terbesar di Asia Tenggara yang terletak di Indonesia,
tepatnya di Provinsi Sumatera Utara. Dari dulu hingga sekarang, danau
ini menjadi tempat wisata yang menarik baik dalam negeri maupun luar
negeri. Sedangkan untuk mayoritas penduduk di sekitar daerah danau toba
adalah orang batak dengan sumber mata pencaharian sebagai petani,
pedagang dan nelayan. Untuk mengetahui lebih jauh dan jelas tentang awal
mula / seluk beluk / sejarah danau toba, berikut awalmula.com kutik
dari berbagai sumber mengenai sejarah danau toba dan cerita rakyat
awalmula danau toba.
Sejarah Danau Toba
Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 10 km di atas permukaan laut.
Kejadian ini menyebabkan kematian massal
dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti
DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60%
dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta
manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun
para ahli masih memperdebatkannya.
Setelah letusan tersebut,
terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang
sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang
belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Tim peneliti multidisiplin internasional,
yang dipimpin oleh Dr. Michael Petraglia, mengungkapkan dalam suatu
konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah ditemukan situs
arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi di selatan
dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup,
sebelum dan sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada
74.000 tahun yang lalu, dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah
timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil,
dari sebaran abunya.
Selama tujuh tahun, para ahli dari oxford
University tersebut meneliti projek ekosistem di India, untuk mencari
bukti adanya kehidupan dan peralatan hidup yang mereka tinggalkan di
padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini ternyata hanya
sabana (padang rumput). Sementara tulang belulang hewan berserakan. Tim
menyimpulkan, daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu dari
letusan gunung berapi purba.
Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu. Bukti-bukti yang ditemukan, memperkuat dugaan, bahwa kekuatan letusan dan gelombang lautnya sempat memusnahkan kehidupan di Atlantis.
Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu. Bukti-bukti yang ditemukan, memperkuat dugaan, bahwa kekuatan letusan dan gelombang lautnya sempat memusnahkan kehidupan di Atlantis.
Cerita Rakyat Awal Mula Danau Toba
Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Pada suatu hari petani tersebut pergi ke
sungai di dekat tempat tinggalnya, ia bermaksud mencari ikan untuk
lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan dan tempat
ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai,
petani tersebut langsung melemparkan kailnya. Sambil menunggu kailnya
dimakan ikan, petani tersebut berdoa,“Ya Alloh, semoga aku dapat ikan
banyak hari ini”. Beberapa saat setelah berdoa, kail yang dilemparkannya
tadi nampak bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani
tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya sangat
besar dan cantik sekali.
Setelah beberapa saat memandangi ikan
hasil tangkapannya, petani itu sangat terkejut. Ternyata ikan yang
ditangkapnya itu bisa berbicara. “Tolong aku jangan dimakan Pak!!
Biarkan aku hidup”, teriak ikan itu. Tanpa banyak Tanya, ikan
tangkapannya itu langsung dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah
mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu bertambah terkejut, karena
tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang sangat
cantik.
“Jangan takut Pak, aku tidak akan
menyakiti kamu”, kata si ikan. “Siapakah kamu ini? Bukankah kamu seekor
ikan?, Tanya petani itu. “Aku adalah seorang putri yang dikutuk, karena
melanggar aturan kerajaan”, jawab wanita itu. “Terimakasih engkau sudah
membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai imbalannya aku bersedia
kau jadikan istri”, kata wanita itu. Petani itupun setuju. Maka jadilah
mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati,
yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari
seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah beberapa lama mereka menikah,
akhirnya kebahagiaan Petani dan istrinya bertambah, karena istri Petani
melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh menjadi anak yang
sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran semua
orang. Anak tersebut selalu merasa lapar, dan tidak pernah merasa
kenyang. Semua jatah makanan dilahapnya tanpa sisa.
Hingga suatu hari anak petani tersebut
mendapat tugas dari ibunya untuk mengantarkan makanan dan minuman ke
sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi tugasnya tidak dipenuhinya.
Semua makanan yang seharusnya untuk ayahnya dilahap habis, dan setelah
itu dia tertidur di sebuah gubug. Pak tani menunggu kedatangan anaknya,
sambil menahan haus dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia
langsung pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, pak tani melihat
anaknya sedang tidur di gubug. Petani tersebut langsung
membangunkannya. “Hey, bangun!, teriak petani itu.
Setelah anaknya terbangun, petani itu
langsung menanyakan makanannya. “Mana makanan buat ayah?”, Tanya petani.
“Sudah habis kumakan”, jawab si anak. Dengan nada tinggi petani itu
langsung memarahi anaknya. “Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri!
Dasar anak ikan!,” umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata
pantangan dari istrinya.
Setelah petani mengucapkan kata-kata
tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap tanpa bekas
dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang
sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk
sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya
dikenal dengan nama Danau Toba.
Sejarah Malin Kundang
Pada jaman dahulu, hiduplah sebuah keluarga kecil di pesisir pantai
wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama
Malin Kundang. Karena kondisi keluarga mereka pada saat itu sangat
kekurangan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri seberang.
Besar harapan malin dan ibunya, keduanya berpikir bahwa suatu hari
nanti sang ayah akan pulang dengan membawa uang banyak yang nantinya
dapat untuk membeli dan mencukupi keperluan sehari-hari. Setelah
berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan
akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya. Sungguh kasihan
nasib Malin dan ibunya.
Setelah Malin Kundang menginjak dewasa, ia berpikir untuk mencari
nafkah di negeri seberang dengan harapan bahwa ketika kembali ke kampung
halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Dan akhirnya si Malin
Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di
kampung halamannya yang sudah sukses.
Selama berada di atas kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang
ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah mempunyai banyak
pengalaman. Malin belajar dengan giat dan tekun tentang perkapalan pada
teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir
dalam hal perkapalan dan pelayaran.
Sudah banyak pulau yang dikunjunginya, sampai pada suatu hari di
tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang diserang
oleh bajak laut yang sangat kejam. Semua barang dagangan para pedagang
yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar
awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para
bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh
para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera
bersembunyi di sebuah ruangan kecil yang tertutup oleh kayu.
Akhirnya Malin Kundang hidup terkatung-katung ditengah laut, hingga
akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan
sisa tenaga yang masih ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang
terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang
ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya
menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar
adalah desa yang sangat subur. Malin memulai hidup barunya di desa itu.
Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan
berhasil menjadi seorang yang sangat kaya raya. Ia memiliki banyak kapal
dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah
menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk
menjadi istrinya.
Setelah beberapa lama setelah menikah, Malin dan istrinya melakukan
pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal
serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari
menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke
pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang tampan dan cantik sedang
berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu
adalah anaknya yang sudah lama ia tunggu yaitu Malin Kundang beserta
istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah
cukup dekat dengan rang tampan tersebut, ibunya melihat belas luka
dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia
dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi
begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, kata sang ibu sambil memeluk
Malin Kundang. Tetapi si Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan
mendorongnya hingga terjatuh. “Wanita tak tahu diri, sembarangan saja
mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya dengan sombong.
Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan
ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju yang compang-camping. “Wanita
itu ibumu?”, tanya istri Malin Kundang. “Tidak, ia hanya seorang
pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta
ku”, sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan yang sangat
menyakitkan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang
sangat marah. Ia tidak menduga anak yang sangat disayanginya menjadi
anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan
tangannya sambil berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi
dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh
kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang.
Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan
akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
Sejarah Berandan Bumi Hangus
Kilang Pangkalan Brandan yang dikelola Unit Pengolahan (UP) I Pertamina Brandan, merupakan salah satu dari sembilan kilang minyak yang ada di Indonesia, delapan lainnya adalah, Dumai, Sungai Pakning, Musi (Sumatera), Balikpapan (Kalimantan), Cilacap, Balongan, Cepu (Jawa), dan Kasim (Papua).
Ketika dibangun N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij pada tahun 1891 dan mulai berpoduksi sejak 1 Maret 1892, kondisi Kilang minyak Pangkalan Brandan, tentu saja tidak sebesar sekarang ini. Waktu itu peralatannya masih terbilang sederhana dan kapasitas produksi juga masih kecil.
Bandingkan dengan kondisi sekarang, kilang yang berada di Kecamatan Babalan Langkat saat ini berkapasitas 5.000 barel per hari, dengan hasil produksi berupa gas elpiji sebanyak 280 ton per hari, kondensat 105 ton per hari, dan beberapa jenis gas dan minyak.
Nilai sejarah kilang ini terangkum dalam dua aspek. Aspek pertama adalah memberi andil bagi catatan sejarah perminyakan Indonesia, sebab minyak pertama yang diekspor Indonesia bersumber dari kilang ini.
Momentum itu terjadi pada 10 Desember 1957, yang sekarang diperingati sebagai hari lahir Pertamina, saat perjanjian ekspor ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo dengan Harold Hutton yang bertindak atas nama perusahaannya Refining Associates of Canada (Refican). Nilai kontraknya US$ 30.000.
Setahun setelah penandatanganan kontrak, eskpor dilakukan menuju Jepang dengan menggunakan kapal tanki Shozui Maru. Kapal berangkat dari Pangkalan Susu, Langkat, yang merupakan pelabuhan pengekspor minyak tertua di Indonesia. Pelabuhan ini dibangun Belanda pada tahun 1898.
Bumi Hangus
Sedangkan aspek kedua adalah nilai perjuangan yang ditorehkan putra bangsa melalui kilang ini. Kisah heroiknya berkaitan dengan Agresi Militer I Belanda 21 pada Juli 1947, yakni aksi bumi hangus kilang.
Aksi bumi hangus dilaksanakan sebelum Belanda tiba di Pelabuhan Pangkalan Susu, yakni pada 13 Agustus 1947. Maksudnya, agar Belanda tidak bisa lagi menguasai kilang minyak itu seperti dulu. Selanjutnya, aksi bumi hangus kedua berlangsung menjelang Agresi Militer II Belanda pada 19 Desember 1948. Tower bekas aksi bumi hangus itu masih dapat dilihat sampai sekarang.
Nilai histrois yang terkandung dalam aksi bumi hangus ini, terus diperingati sampai sekarang. Pada 13 Agustus 2004 lalu, upacara kecil dilaksanakan di Lapangan Petrolia UP I Pertamina Brandan, yang kemudian disekaliguskan dengan dekralasi pembentukan Kabupaten Teluk Aru, sebagai pemekaran Kabupaten Langkat.
Sebenarnya Belanda yang pertama sekali mempelopori aksi bumi hangus kilang Brandan. Karena menderita kalah perang, tentara Belanda membakar habis kilang ini pada 9 Maret 1942 sebelum penyerbuan tentara Jepang ke Tanah Air. Aksi serupa juga terjadi pada kilang minyak lainnya di Indonesia.
Namun, Jepang ternyata bisa memperbaiki kilang-kilang tersebut dalam tempo singkat. Bahkan ahli-ahli teknik konstruksi perminyakan yang tergabung dalam Nampo Nen Rioso Butai, unit dalam angkatan darat Jepang, mampu memproduksi kembali minyak mentah, bahkan mendapatkan sumur-sumur produksi baru.
Catatan yang ada menunjukkan, produksi minyak bumi Indonesia tahun 1943, saat Jepang berkuasa, hampir mencapai 50 juta barel. Sedangkan produksi sebelumnya pada 1940 adalah 65 juta barel. Hasil kilang pada 1943 sebesar 28 juta barel. Sedangkan pada tahun 1940 mencapai 64 juta barel.
Kembali ke kilang Brandan, seiring dengan kekalahan Jepang, kilang juga kembali mengalami kehancuran. Puluhan pesawat pembom Mustang milik sekutu melancarkan serangan untuk melumpuhkan basis logistik dan minyak yang telah dikuasai Jepang. Kejadian itu berlangsung pada 4 Januari 1945.
Jejak Sumur Minyak Pertama di Indonesia
Sebuah pertempuran hebat berlangsung di laut lepas antara Semenanjung Melayu dan pantai Aceh sekitar abad enam belas. Saling berhadapan, antara pejuang pejuang Aceh dan armada Portugis pimpinan Laksamana Alfonso D’Albuquerque yang berencana mendarat ke Aceh dalam rangka ekspansi pencarian rempah-rempah. Bola-bola api berterbangan dari kapal-kapal milik pejuang Aceh. Api pun membakar dua kapal Portugis, dan tenggelam!
Bola-bola api yang menjadi senjata utama rakyat Aceh dalam peperangan di laut tersebut, adalah gumpalan kain yang telah dicelupkan ke dalam cairan minyak bumi. Setelah dinyalakan, lantas dilentingkan ke arah kapal Portugis itu.
Sebuah catatan lain menyebutkan, pada tahun 1972 telah datang utusan kerajaan Sriwijaya ke negeri Cina. Utusan Sriwijaya itu membawa beragam cinderamata sebagai tanda persahabatan, termasuk juga membawa berguci-guci minyak bumi yang khusus dihadiahkan untuk Kaisar Cina.
Oleh orang Cina dimanfaatkan sebagai obat penyakit kulit dan rematik. Begitu juga dengan nenek moyang kita, di samping memakai cairan itu sebagai bahan bakar lampu penerang, pun memakainya untuk obat terhadap gigitan serangga, penyakit kulit dan beragam penyakit lain.
Kisah heroik pejuang Aceh dan muhibah utusan Sriwijaya tadi, merupakan kisah tentang awal mula diketahui adanya minyak bumi di Indonesia. Tetapi sejarah perminyakan di Indonesia, tidak terjadi Aceh atau Sumatera Selatan tempat Kerajaan Sriwijaya berada. Justru Sumatera Utara yang beruntung mencatat sejarah sebagai daerah tempat sumur minyak pertama ditemukan.
Persisnya sumur minyak pertama itu berada di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, sekitar 110 kilometer barat laut Medan, ibukota Sumatera Utara. Desa Telaga Said sendiri merupakan sebuah desa kecil yang, berada dalam areal perkebunan kelapa sawit. Pekerjaan utama masyarakatnya adalah buruh perkebunan. Dengan tingkat penghasilan yang rendah, maka dapat dikatakan taraf penghidupan ekonomi di desa ini rendah.
Tugu 100 Tahun
Perjalanan menuju lokasi sumur minyak pertama di Desa Telaga Said, cukup melelahkan. Dari Medan butuh waktu dari Medan menuju Pangkalan Brandan, salah satu kecamatan utama Kabupaten Langkat. Dari Brandan ini, jarak perjalanan sekitar 20 kilometer lagi menuju Desa Telaga Said, melewati perkebunan sawit dan karet. Memasuki jalanan desa, kesunyian mulai terasa. Kendaraan jarang berlalu-lalang. Lantas pada sebuah pertigaan, sebuah tugu akan terlihat agak mencolok di sebelah kiri jalan. Tugu itu adalah peringatan 100 tahun perminyakan Indonesia. Tugu itu sendiri berbentuk semi silinder dengan tinggi sekitar dua meter, yang dibalut dengan marmer hitam. Pada bagian tengah tugu, di bawah logo Pertamina, terdapat tulisan, “Telaga Tunggal 1885 -1985”. Prasasti yang terdapat di sebelahnya bertuliskan, Tugu Peringatan 100 Th Industri Perminyakan Indonesia. Diresmikan Tgl 4 Oktober 1985, oleh Ir Suyetno Patmosukismo, Pimpinan Umum Daerah Pertamina Sumatera Bagian Utara.
Pada satu sisi, tugu minyak ini menjadi pertanda sumur minyak pertama sudah semakin dekat. Tetapi pada sisi lain, juga menandakan, akan segera berakhirnya jalan beraspal hotmix. Sekitar 20 menit berikutnya, memasuki tikungan yang ke kiri, jalan yang akan dilalui sudah tidak beraspal lagi karena telah tergerus. Debu beterbangan saat mobil melintas. Hujan sehari sebelumnya membentuk kolam-kolam kecil di tengah jalan.
Lokasi sumur minyak pertama itu sendiri dapat ditemui setelah berjalan kaki sekitar 200 meter dari lokasi tempat mobil dapat diparkirkan. Berjalan agak menanjak sedikit, selanjutnya akan didapati sebuah plang yang menjelaskan tentang riwayat singkat sumur pertama tersebut.
“Di sini telah dibor sumur penghasil pertama di Indonesia. Nama Sumur Telaga Tunggal. Ditajak 15 Juni 1885. Kedalaman 121 meter. Hasil minyak 180 barrel perhari dari lima lapisan batu pasir dengan formasi baong. Lapangan ditinggalkan tahun 1934.”
Dekat plang itu akan ditemukan ujung poipa besi bekas aliran minyak. Pipa itu terselebung semak belukar, pertanda areal ini memang tidak dirawat sebagaimana mestinya. Sebuah gundukan tanah terlihat di dekatnya. Gundukan itu diyakini sebagai kuburan Said, yakni petugas pengeboran yang hilang sewaktu melakukan pekerjaannya membangun sumur minyak pertama. Kuburan itu dikeramatkan, dan beberapa warga mengaku pernah melihat rambut Said di sekitar sumur itu.
Andil Aeliko Janszoon Zijlker
Penemu sumur minyak pertama ini adalah seorang warga Belanda bernama Aeliko Janszoon Zijlker. Dia ahli perkebunan tembakau pada Deli Tobacco Maatschappij, perusahaan perkebunan yang ada di daerah ini pada masa itu. Penemuan itu sendiri merupakan buah perjalanan waktu dan ketabahan yang mengagumkan. Prosesnya dimulai setelah Zijlker mengetahui adanya kemungkinan kandungan minyak di daerah tersebut.
Lantas dia menghubungi sejumlah rekannya di Belanda untuk mengumpulkan dana guna melakukan eksplorasi minyak di Langkat. Begitu dana diperoleh, perizinan pun diurus. Persetujuan konsesi dari Sultan Langkat masa itu, Sultan Musa, diperoleh pada 8 Agustus 1883.
Tak membuang waktu lebih lama, eksplorasi pertama pun segera dilakukan Zijlker. Tetapi bukan di tempat sumur minyak pertama itu, melainkan di daerah yang belakangan disebut sebagai sumur Telaga Tiga. Memang dari proses pengeboran di Telaga Tiga diperoleh minyak mentah (crude oil), tetapi hasilnya tidak begitu menggembirakan. Hingga tanggal 17 November 1884, setelah pengeboran berlangsung sekitar dua bulan, minyak yang diperoleh hanya sekitar 200 liter. Semburan gas yang cukup tinggi dari sumur Telaga Tiga, membuyarkan harapan untuk mendapatkan minyak yang banyak.
Namun Zijlker dan kawan-kawan tidak berhenti sampai di situ. Mereka kemudian mengalihkan kegiatannya ke daerah konsesinya yang berada di sebelah timur. Untungnya memang konsesi yang diberikan Sultan Musa cukup luas, mencakup wilayah pesisir Sei Lepan, Bukit Sentang sampai ke Bukit Tinggi, Pangkalan Brandan, sehingga bisa mencari lebih banyak titik pengeboran.
Pilihan kedua jatuh ke Desa Telaga Said. Di lokasi kedua ini, pengeboran mengalami sedikit kesulitan karena struktur tanah lebih keras jika dibandingkan dengan struktur tanah di Telaga Tiga. Usaha memupus rintangan struktur tanah yang keras itu, akhirnya membuahkan hasil. Saat pengeboran mencapai kedalaman 22 meter, berhasil diperoleh minyak sebanyak 1.710 liter dalam waktu 48 jam kerja. Saat mata bor menyentuh kedalaman 31 meter, minyak yang dihasilkan sudah mencapai 86.402 liter! Jumlah itu terus bertambah hingga pada 15 Juni 1885, ketika pengeboran mencapai kedalaman 121 meter, tiba-tiba muncul semburan kuat gas dari dalam berikut minyak mentah dan material lainnya dari perut bumi. Sumur itu kemudian dinamakan Telaga Tunggal I.
Penemuan sumur minyak pertama di Nusantara ini berjarak sekitar 26 tahun dari penemuan sumur minyak komersial pertama di dunia pada 27 Agustus 1859 di Titusville, negara bagian Pennsylvania, yang diprakarsai Edwin L. Drake dan William Smith dari Seneca Oil Company.
Bukan yang Pertama
Aeliko Janszoon Zijlker memang bukan orang pertama yang melakukan pengeboran minyak di Indonesia. Bahkan pada saat yang hampir bersamaan dengan Zijlker, seorang Belanda lainnya Kolonel Drake, juga tengah melakukan pencarian ladang minyak di Pulau Jawa, namun Zijlker mendahuluinya. Jauh sebelum itu, pada tahun 1871, seorang Belanda lainnya, Jan Reerink menjadi orang pertama yang membor bumi Nusantara untuk mencari emas hitam. kendatipun usahanya tidak berhasil. Reerink mencoba peruntungannya di Cibodas Tangat, Kecamatan Majalengka, Jawa Barat. Karena kurang pengalaman dan peralatan yang minim pemboran hanya berhasil mencapai kedalaman 33 meter. Tahun 1872 pemboran dihentikan karena banyaknya longsoran tanah.
Pemboran di lokasi kedua yang jaraknya sekitar semeter dari lubang pemboran pertama, berhasil menemukan minyak pada kedalaman mencapai 22 meter. Namun sepanjang tahun 1872 itu, mimnyak yang berhasil ditemukan tak lebih dari 6.176 kilogram saja. Usaha itu dinyatakan gagal total pada 16 Desember 1974, setelah berkali-kali gagal.
Namun kegagalan itu akhirnya dituntaskan Zijlker. Semburan minyak dari Sumur Telaga I jadi momentum pertama keberhasilan penambangan minyak di Indonesia. Nama Aeliko Janszoon Zijlker pun tercatat dalam Sejarah Pertambangan dan Industri Perminyakan Indonesia, sebagai penemu sumur minyak pertama dalam sejarah perminyakan di Indonesia yang telah berberusia 119 tahun hingga saat ini.
Telaga Tunggal I itu sendiri akhirnya akhirnya berhenti operasi pada tahun 1934 setelah habis minyaknya disedot pemerintah Belanda yang mengelola ladang minyak ini melalui perusahaan Bataafsche Petroleum Matschappij.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar